Hari: 4 Mei 2025

Potret Petani Ngarambet di Sawah Solokanjeruk Bandung: Tradisi Leluhur yang Lestari

Potret Petani Ngarambet di Sawah Solokanjeruk Bandung: Tradisi Leluhur yang Lestari

Di tengah hamparan sawah yang membentang hijau di Solokanjeruk, Bandung, Jawa Barat, masih dapat kita saksikan potret para petani yang tengah tekun melakukan tradisi ngarambet. Lebih dari sekadar aktivitas membersihkan rumput liar, ngarambet adalah warisan leluhur yang sarat makna dan mencerminkan kearifan lokal masyarakat agraris Bandung.

Ngarambet secara harfiah berarti membersihkan rumput atau gulma yang tumbuh di antara tanaman padi. Tradisi ini dilakukan secara manual, menggunakan tangan atau alat sederhana seperti sabit kecil. Para petani, dengan sabar dan teliti, membungkuk dan menyiangi setiap helai rumput yang berpotensi mengganggu pertumbuhan padi.

Potret petani ngarambet di sawah Solokanjeruk bukan hanya sekadar pemandangan aktivitas pertanian biasa. Ini adalah gambaran ketekunan, kesabaran, dan keuletan para petani dalam menjaga kualitas tanaman padi mereka. Mereka memahami betul bahwa hasil panen yang melimpah tidak datang dengan sendirinya, melainkan membutuhkan kerja keras dan perhatian yang detail.

Tradisi ngarambet juga memiliki nilai sosial dan kebersamaan yang kuat. Seringkali, para petani melakukan ngarambet secara bergotong royong, saling membantu membersihkan sawah satu sama lain. Momen ini menjadi ajang silaturahmi dan berbagi pengalaman antar petani, mempererat tali persaudaraan dalam komunitas agraris.

Di era modernisasi pertanian dengan berbagai alat dan teknologi canggih, tradisi ngarambet di Solokanjeruk menjadi pengingat akan pentingnya kearifan lokal dan praktik pertanian berkelanjutan. Meskipun membutuhkan waktu dan tenaga lebih, ngarambet dianggap lebih ramah lingkungan karena tidak menggunakan herbisida kimia yang dapat merusak ekosistem sawah.

Potret para petani yang membungkuk di antara hijaunya padi Solokanjeruk adalah simbol ketahanan pangan dan perjuangan para pahlawan pertanian. Mereka adalah garda terdepan dalam menjaga lumbung padi bagi masyarakat Bandung dan sekitarnya. Melalui tradisi ngarambet, mereka tidak hanya menghasilkan padi berkualitas, tetapi juga melestarikan warisan budaya yang berharga.

Mari kita apresiasi setiap tetes keringat dan ketekunan para petani ngarambet di Solokanjeruk. Mereka adalah penjaga tradisi dan penyedia pangan bagi kita semua.

Semoga artikel ini dapat memberikan informasi dan manfaat untuk para pembaca, terimakasih !

Mengungkap Sejarah Ikonik Jembatan Gladak Perak Lumajang: Saksi Bisu Erupsi Semeru

Mengungkap Sejarah Ikonik Jembatan Gladak Perak Lumajang: Saksi Bisu Erupsi Semeru

Jembatan Gladak Perak, atau yang lebih dikenal dengan nama Gladak Perak saja, merupakan salah satu infrastruktur vital dan ikonik di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Lebih dari sekadar penghubung antar wilayah, jembatan ini menyimpan sejarah panjang dan menjadi saksi bisu berbagai peristiwa penting, termasuk dahsyatnya erupsi Gunung Semeru. Mari kita telaah lebih dalam sejarah jembatan yang melegenda ini.

Dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Jembatan Gladak Perak memiliki nama asli Brug over de Gladak. Pembangunannya bertujuan untuk memperlancar transportasi dan perekonomian antara wilayah Lumajang dan Malang, terutama dalam pengangkutan hasil bumi dan komoditas lainnya. Nama “Gladak” sendiri merujuk pada nama sungai yang melintas di bawahnya, yaitu Sungai Gladak. Sementara “Perak” disematkan karena warna jembatan yang didominasi oleh cat berwarna perak.

Jembatan ini menjadi urat nadi transportasi darat yang sangat penting pada masanya. Keberadaannya memangkas waktu tempuh dan biaya transportasi secara signifikan, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi di kedua wilayah. Desain jembatan yang kokoh dan megah pada zamannya menjadi simbol kemajuan infrastruktur di wilayah Jawa Timur bagian timur.

Selama puluhan tahun, Jembatan Gladak Perak telah menjadi saksi berbagai peristiwa sejarah. Mulai dari masa penjajahan, kemerdekaan Indonesia, hingga perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat Lumajang. Jembatan ini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari warga, menghubungkan mereka dengan berbagai aktivitas dan peluang.

Namun, ketahanan Jembatan Gladak Perak diuji oleh dahsyatnya erupsi Gunung Semeru pada Material vulkanik berupa lahar dingin dan abu vulkanik yang meluncur deras dari lereng gunung menghantam struktur jembatan. Akibatnya, sebagian badan jembatan mengalami kerusakan yang cukup parah, bahkan sempat terputus.

Kerusakan Jembatan Gladak Perak menimbulkan dampak yang signifikan terhadap aktivitas masyarakat dan perekonomian di Lumajang. Terputusnya akses transportasi utama ini menghambat mobilitas warga, distribusi barang, dan sektor pariwisata. Pemerintah pusat dan daerah kemudian bergerak cepat untuk melakukan perbaikan dan pembangunan kembali jembatan ini Kini, Jembatan Gladak Perak tidak hanya berfungsi sebagai infrastruktur penghubung, tetapi juga menjadi monumen pengingat akan keganasan alam dan semangat pantang menyerah masyarakat Lumajang.