Keputusan Pemerintah Kota Depok untuk merelokasi dan menggusur bangunan Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pondok Cina (Pocin) 1 demi pembangunan masjid menuai polemik dan penolakan dari berbagai pihak. Kebijakan ini dianggap kontroversial karena dinilai mengorbankan kepentingan pendidikan anak-anak demi kepentingan pembangunan rumah ibadah.
Awal mula polemik ini adalah rencana pembangunan masjid di atas lahan yang saat ini berdiri bangunan SDN Pocin 1. Pemerintah Kota Depok berdalih bahwa relokasi ini dilakukan untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu menyediakan fasilitas ibadah yang memadai bagi masyarakat. Namun, keputusan ini tidak serta merta diterima oleh para orang tua murid, guru, dan aktivis pendidikan.
Penolakan terhadap penggusuran SDN Pocin 1 didasarkan pada beberapa alasan kuat. Pertama, relokasi dinilai akan mengganggu proses belajar mengajar siswa, terutama di tengah tahun ajaran. Kedua, lokasi relokasi yang ditawarkan dianggap kurang representatif dan berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan bagi siswa. Ketiga, banyak pihak menilai bahwa seharusnya pemerintah kota dapat mencari solusi lain tanpa harus mengorbankan fasilitas pendidikan yang sudah ada.
Aksi protes dan audiensi antara pihak sekolah, orang tua murid, dan pemerintah kota telah dilakukan. Namun, hingga kini belum ada titik temu yang memuaskan semua pihak. Pemerintah Kota Depok tetap bersikukuh dengan rencana pembangunan masjid, sementara pihak sekolah dan orang tua murid terus berupaya mempertahankan keberadaan SDN Pocin 1 di lokasi semula.
Polemik penggusuran SDN Pocin 1 Depok ini menjadi sorotan nasional dan memicu perdebatan mengenai prioritas pembangunan dan keseimbangan antara fasilitas pendidikan dan fasilitas ibadah.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya komunikasi dan musyawarah yang efektif antara pemerintah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan yang berdampak luas.
Lebih lanjut, polemik ini juga menyoroti aspek perencanaan kota dan alokasi lahan yang efektif. Muncul pertanyaan mengapa lahan sekolah yang sudah jelas fungsinya harus dialihfungsikan untuk pembangunan lain.
Transparansi dalam proses pengambilan keputusan dan pertimbangan dampak sosial menjadi isu krusial dalam kasus ini. Suara masyarakat, terutama yang terdampak langsung, seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam setiap kebijakan publik.