Indonesia, dengan kekayaan sejarah dan budaya yang tak terhingga, kini memanfaatkan teknologi mutakhir untuk Museum Digital. Konsep Museum Digital ini mentransformasi cara masyarakat berinteraksi dengan warisan masa lalu, menghadirkan koleksi benda-benda bersejarah dan situs budaya dalam format Virtual Reality (VR) yang imersif. Inisiatif Museum Digital ini dipandang sebagai solusi inovatif untuk mengatasi keterbatasan geografis dan fisik museum tradisional, sekaligus menarik perhatian generasi muda yang akrab dengan teknologi. Dengan pemanfaatan VR, sejarah tidak lagi hanya dilihat melalui kaca etalase, melainkan dapat dialami dan dijelajahi secara virtual, memberikan kedalaman edukasi yang jauh lebih besar.
Transformasi Pengalaman Edukasi Sejarah
Pemanfaatan VR dalam museum bertujuan untuk mendemokratisasi akses terhadap koleksi nasional. Salah satu proyek percontohan yang menarik adalah digitalisasi kompleks Candi Borobudur dan Prambanan. Proyek ini, yang digagas oleh Balai Konservasi Borobudur (BKB) bekerja sama dengan startup teknologi lokal, resmi diluncurkan pada 12 Desember 2024. Melalui perangkat VR, pengguna dapat “berjalan-jalan” di area candi, menyaksikan rekonstruksi bentuk asli candi sebelum pemugaran, dan mendengarkan narasi audio tentang relief-relief penting.
Dr. Rina Saraswati, M.A., seorang kurator sejarah dan dosen di Universitas Gadjah Mada (UGM), dalam seminar virtual pada 5 Februari 2025, menjelaskan bahwa teknologi ini sangat penting. “Museum konvensional menghadapi tantangan dalam menyajikan konteks. Dengan VR, kita bisa membawa pengguna kembali ke era Majapahit atau masa perjuangan kemerdekaan, menciptakan empati sejarah yang kuat,” ujarnya.
Tantangan Teknologi dan Kolaborasi
Meskipun potensi Museum Digital sangat besar, tantangan yang dihadapi mencakup biaya digitalisasi yang tinggi dan ketersediaan perangkat VR yang masih belum merata. Proses scanning 3D untuk setiap artefak memerlukan peralatan kelas industri dan tim ahli. Untuk mengatasi hal ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah meluncurkan program kemitraan publik-swasta.
Program ini melibatkan kolaborasi dengan perusahaan telekomunikasi dan tech hub di Bandung dan Yogyakarta. Sebagai contoh, tim teknis yang terdiri dari 45 insinyur perangkat lunak dan ahli sejarah ditargetkan untuk menyelesaikan digitalisasi 500 koleksi utama Museum Nasional Indonesia dalam format VR 4K hingga akhir tahun 2026. Selain itu, pemerintah berencana mendirikan 10 VR Corner di perpustakaan provinsi dan pusat kegiatan masyarakat, memastikan bahwa akses terhadap Museum Digital ini tidak hanya terbatas pada kota-kota besar. Anggaran awal yang dialokasikan untuk pengembangan platform dan infrastruktur ini mencapai Rp 18 Miliar, yang disahkan dalam rapat terbatas Kabinet pada 10 Oktober 2024.
Masa Depan Pelestarian Warisan
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) bahkan telah menyatakan dukungan terhadap inisiatif ini dari sisi pelestarian. Dengan adanya dokumentasi digital presisi tinggi, setiap detail dari artefak dapat dicatat, berfungsi sebagai backup data penting jika terjadi kerusakan fisik atau bahkan upaya pencurian. Oleh karena itu, Museum Digital tidak hanya berperan sebagai platform edukasi, tetapi juga sebagai lapisan keamanan modern bagi warisan budaya bangsa. Transformasi ini menjanjikan masa depan di mana sejarah Indonesia dapat diakses oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja.