Biofuel sebagai Alternatif Energi: Memaksimalkan Potensi Minyak Nabati Lokal

Ketergantungan terhadap bahan bakar fosil telah lama menjadi isu krusial yang mempengaruhi keamanan energi nasional dan berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca. Di tengah kebutuhan mendesak untuk mengurangi jejak karbon, biofuel—bahan bakar nabati yang diolah dari minyak nabati lokal seperti kelapa sawit—muncul sebagai Alternatif Energi yang paling menjanjikan dan strategis bagi Indonesia. Penggunaan biofuel tidak hanya membantu Indonesia mencapai target bauran energi baru terbarukan (EBT) yang ditetapkan pemerintah, tetapi juga memberikan nilai tambah ekonomi yang signifikan bagi komoditas pertanian domestik. Keberhasilan program mandatori biodiesel seperti B35 (campuran 35% biodiesel dan 65% diesel) menjadi bukti nyata potensi besar Alternatif Energi ini.

Peningkatan porsi biofuel dalam bauran energi merupakan strategi ganda: mengurangi impor minyak mentah dan menstabilkan harga komoditas sawit di pasar domestik. Program B35 yang diimplementasikan penuh pada awal tahun 2025 telah terbukti efektif dalam menyerap jutaan ton minyak sawit mentah (CPO) domestik. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan, per akhir kuartal ketiga 2025, konsumsi biodiesel telah mencapai 9,5 juta kiloliter. Angka ini setara dengan penghematan devisa negara hingga $5 miliar per tahun, sebuah capaian vital dalam Penguatan Ketahanan Energi. Kebijakan ini juga menuntut peningkatan kapasitas kilang pengolahan dan distribusi yang masif, memastikan pasokan biofuel merata ke seluruh pelosok negeri.

Meskipun potensi Alternatif Energi ini besar, implementasinya tidak lepas dari tantangan. Isu keberlanjutan dan lingkungan seringkali menjadi sorotan, terutama yang terkait dengan ekspansi perkebunan kelapa sawit. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memberikan dukungan finansial dan teknis untuk program peremajaan sawit rakyat (PSR). Program ini bertujuan meningkatkan produktivitas kebun yang sudah ada, sehingga mengurangi dorongan untuk membuka lahan baru dan meminimalisir deforestasi. Pada laporan kinerja PSR bulan Juli 2025, tercatat 50.000 hektare lahan sawit rakyat telah diremajakan, menggunakan bibit unggul bersertifikat.

Ke depan, pengembangan Alternatif Energi dari minyak nabati akan berfokus pada diversifikasi bahan baku dan peningkatan teknologi. Pemerintah kini mendorong penelitian dan pengembangan Green Diesel (D100) dan Green Jet Fuel (bahan bakar penerbangan berkelanjutan) yang diolah 100% dari CPO. Langkah ini, yang didukung oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), akan membawa biofuel Indonesia ke level teknologi yang lebih tinggi dan memperluas penggunaannya di sektor-sektor yang sulit didekarbonisasi, seperti penerbangan. Dengan demikian, biofuel bukan hanya sekadar pengganti bahan bakar, tetapi kunci menuju kemandirian energi dan komitmen iklim global.